Jumat, 13 April 2012

"Tonny itu 'senopati' keluarga Koeswoyo"

Kepergian Tonny Koeswoyo bagi Pak Koeswoyo,80 tahun,ayahnya, bukan cuma di rasakan sebagai kehilangan seorang anak tercinta, tetapi terutama kehilangan seorang 'senopati' di medan juang kehidupan.

"Ibarat keluarga Koeswoyo itu pasukan, komandannya selama ini adalah Tonny",katanya.
"Saya tidak tau siapakah di antara saudara-saudaranya yang bisa/mampu menggantikannya", sambung Pak Koeswoyo yang di temui lepas bersembahyang Dzuhur di rumahnya di kompleks Koes Bersaudara,Cipete.

Mengenang putra keduanya yang meninggal jumat malam lalu, Pak Koeswoyo memang tak bisa menyembuyikan rasa hormat dan bangga yang lebih kepada Tonny Koeswoyo- meski ia berusaha menghindari kesan membanding bandingkan anak2nya, khususnya Koes Bersaudara,satu sama lain.
"Siapapun dari keluarga kita, keluarga besar Koeswoyo tak bisa mengingkari, kita semua bisa sampai begini karena 'senopati' itu. Almarhum itu cucuk, ujung tombak keluarga kami", kenangnya lagi.

Dalam usia 80 tahun, Pak Koeswoyo masih tampak segar dan tegar. Ingatannya pun masih tajam. Ia banyak bercerita secara kilas balik terutama sekitar awal terbentuknya Koes Bersaudara.. Ketika itu, katanya, dia justru orang yang paling keras menentang keinginan ke empat anaknya,Tonny, Nomo, Yok dan Yon untuk menggeluti dunia musik. "Saya itu berharap mereka bersekolah sampai tamat. Kalau main musik itu kan pasti mengganggu sekolahnya"
Setelah pensiun dari Kantor Kementerian Dalam Negeri di tahun 1960ia kembali ke Solo bersama istrinya untuk membuka usaha tembakau. Anak-anak di tinggal di Jakarta untuk bersekolah dengan menempati rumah dinas di jalan Mendawai,Kebayoran Baru. Sejak itu, katanya, praktis anak-anak hidup tanpa kontrol orangtua.. Sekolahnya tidak ada lagi yang mengawasi.

Di Solo ia sempat marah dan bertengkar besar dengan istrinya karena ternyata tanpa sepengetahuannya, John dan Tonny datang kesana dan berhasil membujuk ibunya untuk membelikan peralatan musik. "Waktu itu saya bilang, hancur sudah masa depan anak-anak. Mana mungkin bisa memperhatikan sekolah sambil main musik. Tapi nggak taunya saya yang keliru"

"Dengan kepergian Tonny, Kita keluarga besar Koeswoyo, yaitu saya dan kakak serta adik-adiknya, semuanya mendapat pelajaran yang bagus sekali. Karena itu saya berharap besar keluarga Koeswoyo mengenang apa yang indah-indah dari almarhum.
Jangan ada yang mengenang kurang baiknya. Manusia itu memang tidak ada yang sempurna, mesti ada cacatnya; tapi juga tidak ada yang jelek betul"
Ketika mengucapkan kata ini Pak Koeswoyo nampak di kecam rasa haru yang paling dalam. Matanya sembab, suaranya bergetar...

'Senopati' telah pergi..kenangan yang di tinggalkannya manis sekali...indah sekali...Pak Koes berdesis..




-diambil dari sebuah harian ibukota thn 1987-

Tidak ada komentar: