Rabu, 31 Oktober 2012

Gitar Tonny Koeswoyo

hay guys...., lama nih gua gk posting oh ya, gua mau posting Alat musiknya band legenda Koes Plus


Gibson Sg








Ni Gitar katanya tonny dan yon bikin orang terlihat "gagah" saat menggunakannya
Ni gitar favorit gue

Fender Stratocaster







Ni Gitar Dipake tonny tahun 70 an,Biasanya alat musik yang digunakan dibelikan oleh perusahaan rekaman "REMACO"

Gibson Less Paul








Ni Gitar Sering dipake tonny k di tahun 70an

Jumat, 13 April 2012

Tonny Koeswoyo Pribadi yang Selalu Memberi

Bukan sebuah kebetulan jika pada penghujung karier dan masa hidupnya, Wit Gedang adalah salah satu lagu ciptaannya yang berbicara tentang hakikat hidup manusia. Lagu itu berbicara tentang semangat pengabdian. Hidup adalah memberi. Itulah inti dari lagu ciptaan Tonny Koeswoyo. Sebuah lagu yang sangat filosofis, di dalamnya berbicara tentang kematian. Namun tidak hanya kematian benar yang ingin disampaikan pengarang. Wit Gedang atau pohon pisang menjadi analogi yang pas bagi masa hidup Tonny Koeswoyo. Betapa tidak. Semenjak kecil, Tonny telah biasa memukul-mukul ember atau kaleng membentuk bebunyian, berirama. Dari situlah kelak lahir karya-karya besar dari tangannya. Setelah masa inkubasi bermusik, lahirlah Tonny dalam Kus Bros, Koes Bersaudara, dan Koes Plus. Mulai tahun 1962-1987 Tonny terus berkarya dengan berbagai macam perjuangannya. Ia selalu berjalan 2 mil ketika diminta 1 mil. Periode itu terus mencipta lagu demi lagu, album demi album.
Lirik lagu itu menjelaskan kepada kita bahwa pohon pisang ditanam-tumbuh-berbuah-ditebanglah pohon pisang itu, buahnya dinikmati bayak orang lalu mati. Demikianlah masa hidup Tonny. Ia terus memberi tidak saja bagi keluarga , keluarga besarnya, namun juga bagi bangsa ini. Ia telah meletakkan dasar musik pop, dari aspek teknis maupun industri. Ia adalah pahlawan bagi bangsanya melalui musik yang ia ciptakan. Melihat semua hal yang telah diabdikannya, kita akan semakin menemukan pribadi Tonny dengan totalitas dan vitalitas hidup yang tinggi. Kita akan menghayati totalitas itu dalam lagu Habis Tanpa Sisa. Lagu ini berbicara bahwa musik bukan saja menjadi bagian hidupnya, lebih dari itu, musik adalah Tonny itu sendiri. Musik telah manunggal, melebur jadi satu dalam jiwanya dalam kehidupannya.
Lebih jauh lagi, meski tak banyak diketahui, Tonny menciptakan lirik yang sangat dahsyat, lirik itu berbunyi- Jadilah berarti sebelum kau mau berhenti- (dalam lagu De Du Ron Ron -Koes Plus Angin Senja 1984). Demikianlah Tonny memaknai hidup sebagai sesuatu yang harus diisi dengan arti. Saya yakin, sejak lagu Telaga Sunyi, sang Maestro telah menghayati dan menyadari bahwa setiap orang yang hidup juga dipanggil untuk mati. Berarti hidup ini singkat. Mungkin pelopor musik ini bertanya, bermenung: "Jika hidup ini singkat, lalu untuk apa hidup, apakah tidak lebih baik mati saja?" Itulah tanggapan reflektif Tonny dalam Telaga Sunyi. Dan Tonny tidak berhenti pada pemahaman lebih baik mati saja, namun hidup ini harus diisi dengan arti. Chairil Anwar dalam salah satu baris puisinya mengatakan "Sekali berarti, sesudah itu mati."
Makna hidup itu telah diterjemahkan dalam semangat untuk terus berkarya, hingga sampai tetes darah penghabisan. Tonny telah menancapkan arti hidup bagi semua orang yang mau mengerti dan memahami makna dari buah-buah pekerjaannya.
Pada pribadi Tonny, kita juga mendapati bahwa sebagai pemimpin, Ia tidak mau dilayani, tetapi malah melayan "Leader is Servant." Sebuah prinsip ekslusif yang sangat jarang orang mau melakukannya. Dan dengan kekayaan notasinya, ia mencipta lagu sebagai bentuk pelayanannya kepada seluruh manusia di Indonesia khususnya.
Masa-masa akhir hidupnya, bagi saya sebenarnya sudah dapat kita raba dengan mata hati kita bahwa sejak awal, Tonny selalu akrab dengan kata kematian. Coba kita simak dalam Telaga Sunyi, Da Silva, Mak Engket, Da Da Da, dll. Pada lagu Gempa Asmara atau Burung-burung yang Membisu, firasat akan datangnya masa akhir dalam kehidupannya dapat dirasakan. Tonny menyanyi dengan suara yang berat-berteriak, suatu yang tak lazim. Dan dalam falsafah Jawa, yang tak lazim ini menyiratkan sesuatu. Tanda itu makin telanjang dalam teropong mata nurani kita saat kita menyimak Geladak Hitam. Dari situlah masa perjuangan seniman besar Indonesia menjelang pada masa-masa akhirnya.
Tonny Koeswoyo dengan segala kebesarannya dalam dunia musik kita berpulang. Seluruh elemen kebudayaan kita sangat kehilangan. Tanah Air kehilangan musisi, pencipta lagu, penata musik, manajer, produser, pengayom, yang bertahun-tahun menjalani kesetiaannya dalam musik. Jagat kebudayaan kita berduka, dunia kesenian kita mengalami depresi. Tonny Koeswoyo telah pergi. Namun, bangsa ini terus mencari dan mencari. dan sesudahnya, Koesplus yang adalah Tonny, Koesbersaudara yang adalah Tonny terus mewangi, berbagai macam tanda penghargaan diekatkan kepadanya. Dunia musik kita selalu diwarnai oleh senyumannya, tanpa Koesplus, tanpa KoesBersaudara perjalanan musik kita tidak akan lengkap. Tonny Koestono Koeswoyo telah mendarmabaktikan seluruh hidupnya dalam pengadian panjang tak pernah berhenti. Ia telah menaburkan, menyemai benih-benih pengabdian itu yang diwariskan bagi putra-putrinya. Kini lahirlah pengharapan kita akan lahirnya sebuah generasi baru dalam tangannya.
Kita merindukan empat pemuda kuat lahir dari generasinya, yang dinantikan untuk menghadirkan kembali "Tonny" dalam wacana baru Koeswoyo. Kiprah 'nya' itu adalah dalam upaya mewujudkan visi ayahnya.
Semoga, kita akan menuai kembali semaian-semaian musik Yang dulu ditabur sang Pemimpin-Tonny Koeswoyo, nyanyian dari dinastinya sampai akhir nanti.

ditulis oleh
Abednego Tri Gumono

"Tonny itu 'senopati' keluarga Koeswoyo"

Kepergian Tonny Koeswoyo bagi Pak Koeswoyo,80 tahun,ayahnya, bukan cuma di rasakan sebagai kehilangan seorang anak tercinta, tetapi terutama kehilangan seorang 'senopati' di medan juang kehidupan.

"Ibarat keluarga Koeswoyo itu pasukan, komandannya selama ini adalah Tonny",katanya.
"Saya tidak tau siapakah di antara saudara-saudaranya yang bisa/mampu menggantikannya", sambung Pak Koeswoyo yang di temui lepas bersembahyang Dzuhur di rumahnya di kompleks Koes Bersaudara,Cipete.

Mengenang putra keduanya yang meninggal jumat malam lalu, Pak Koeswoyo memang tak bisa menyembuyikan rasa hormat dan bangga yang lebih kepada Tonny Koeswoyo- meski ia berusaha menghindari kesan membanding bandingkan anak2nya, khususnya Koes Bersaudara,satu sama lain.
"Siapapun dari keluarga kita, keluarga besar Koeswoyo tak bisa mengingkari, kita semua bisa sampai begini karena 'senopati' itu. Almarhum itu cucuk, ujung tombak keluarga kami", kenangnya lagi.

Dalam usia 80 tahun, Pak Koeswoyo masih tampak segar dan tegar. Ingatannya pun masih tajam. Ia banyak bercerita secara kilas balik terutama sekitar awal terbentuknya Koes Bersaudara.. Ketika itu, katanya, dia justru orang yang paling keras menentang keinginan ke empat anaknya,Tonny, Nomo, Yok dan Yon untuk menggeluti dunia musik. "Saya itu berharap mereka bersekolah sampai tamat. Kalau main musik itu kan pasti mengganggu sekolahnya"
Setelah pensiun dari Kantor Kementerian Dalam Negeri di tahun 1960ia kembali ke Solo bersama istrinya untuk membuka usaha tembakau. Anak-anak di tinggal di Jakarta untuk bersekolah dengan menempati rumah dinas di jalan Mendawai,Kebayoran Baru. Sejak itu, katanya, praktis anak-anak hidup tanpa kontrol orangtua.. Sekolahnya tidak ada lagi yang mengawasi.

Di Solo ia sempat marah dan bertengkar besar dengan istrinya karena ternyata tanpa sepengetahuannya, John dan Tonny datang kesana dan berhasil membujuk ibunya untuk membelikan peralatan musik. "Waktu itu saya bilang, hancur sudah masa depan anak-anak. Mana mungkin bisa memperhatikan sekolah sambil main musik. Tapi nggak taunya saya yang keliru"

"Dengan kepergian Tonny, Kita keluarga besar Koeswoyo, yaitu saya dan kakak serta adik-adiknya, semuanya mendapat pelajaran yang bagus sekali. Karena itu saya berharap besar keluarga Koeswoyo mengenang apa yang indah-indah dari almarhum.
Jangan ada yang mengenang kurang baiknya. Manusia itu memang tidak ada yang sempurna, mesti ada cacatnya; tapi juga tidak ada yang jelek betul"
Ketika mengucapkan kata ini Pak Koeswoyo nampak di kecam rasa haru yang paling dalam. Matanya sembab, suaranya bergetar...

'Senopati' telah pergi..kenangan yang di tinggalkannya manis sekali...indah sekali...Pak Koes berdesis..




-diambil dari sebuah harian ibukota thn 1987-

Selasa, 27 Maret 2012

Video Klip Asli Koes Plus Dan Koes Bersaudara (Baru Ketemu)


1.       Dia Permata Hatiku         : http://www.youtube.com/watch?v=Btg8891bp4k&feature=related

2.       Ora Pelog Ora Slendro   : http://www.youtube.com/watch?v=gBjY7iaaCUY
3.       Tanpa Sisa                           : http://www.youtube.com/watch?v=pa-BnDChGDY&feature=plcp&context=C40b9405VDvjVQa1PpcFNGk7YJlcg5w3hik1R4AoGKyoI1fo7T4CA%3D
4.       Dini                                        : http://www.youtube.com/watch?v=44CPPNcm134&feature=plcp&context=C4ee646dVDvjVQa1PpcFNGk7YJlcg5w72NiYok0A7l0h6ghF_F9aE%3D
5.       Aids                                       : http://www.youtube.com/watch?v=f4vsHdPU_Ew&feature=plcp&context=C4eb8c2bVDvjVQa1PpcFNGk7YJlcg5w0tyhh0-Y6C-DxqoYXXRonM%3D
6.       Amelinda                             : http://www.youtube.com/watch?v=W3hpoIxLuFQ&feature=plcp&context=C413d866VDvjVQa1PpcFNGk7YJlcg5w4BgxhfAOWMb4b0GMnF3t1A%3Dv
9.       Kuda Binal                           : http://www.youtube.com/watch?v=9S8z3tvNhDQ&feature=plcp&context=C485dcf2VDvjVQa1PpcFNGk7YJlcg5w68TQ08oehBKsskICosKRPI%3D

Video Klip Asli Koes Plus Dan Koes Bersaudara


                                1. Berjumpa Lagi : http://www.youtube.com/watch?v=DaPVvR9Lzs8&feature=related
                                2. Jumpa pertama : http://www.youtube.com/watch?v=H66fFskYV6c&feature=related
                                3. Gadis Desa : http://www.youtube.com/watch?v=tkq6PSykv-Q&context=C3952f5aADOEgsToPDskLr97rdJ9gmtE33fzBT84S1
                                4. Angin Senja : http://www.youtube.com/watch?v=yihVzrU3a5U
                                5. Reuni : http://www.youtube.com/watch?v=W5aQ0LC0xZc&feature=related
                                6. Nona Manis : http://www.youtube.com/watch?v=NRYVDBv26sg&feature=plcp&context=C3c27369UDOEgsToPDskKLvcDvvOj79-OG-mkqxJeW
                                7. Cinta : http://www.youtube.com/watch?v=bzSnr6mUytg&feature=plcp&context=C34b8003UDOEgsToPDskLDHXnRx3mHeBuZ2ek_Xmwv
                                8. Ganja kelabu : http://www.youtube.com/watch?v=iCBRidArWds&feature=plcp&context=C390d7c9UDOEgsToPDskKODWEym9gIaYKUAulyLLVy
                                9. Nelayan : http://www.youtube.com/watch?v=WAn6O5M7yRw&feature=plcp&context=C336569bUDOEgsToPDskJn4jcxIB3g90jodn6uOWm2
                                      10.Selalu : http://www.youtube.com/watch?v=qCTU3jWOb9E&feature=plcp&context=C3ebbc1fUDOEgsToPDskKvEUal5jwJIB6_zjzE2EDQ

Minggu, 05 Februari 2012

Band Pelestari Koes Plus Di Mataram

 
Akustik Plus
Gitaris Akustik Nilon/Vocal: Momon
Gitaris Akustik          :
Bass/Vocal               : Wondo
Lead Guitar              :
Drum                       :

 
Harmoni Plus Band
Rythm Guitar/Vocal  : Herman
Lead Guitar    : Rama
Keyboardist/Vocal : Ahdiyat
Drum             :
Bass              : Adit
Dewantara Plus Band
Rythm Guitar/Vocal : Haryadi
Keyboardist/Vocal : Bikri/Heru
Drum           : Heru/Atip
Lead Guitar/Vocal : Warsono
bass            : Narto
Family Plus Band
Vocal :
Drum     :
Rythm Guitar/Vocal : Sandy
Lead Guitar/Vocal : 
Bass/Vocal      : Wondo


Pages Plus
Rhytim guitar/Vocal : Mudzakir
Lead Guitar/Vocal : 
Bass Guitar : Anton
Drum:
Keyboardist/Vocal : Bagyo



Selasa, 31 Januari 2012

Sisa Laskar Koes Bersaudara, Kompas 10 Oktober 2003

Setelah Tonny Koeswoyo tak ada, Yon, Yok, dan Murry meneruskan Koes Plus dengan beberapa kali berganti anggota untuk mengisi posisi Tonny. Sejak tahun 1996 sampai sekarang, Koes Plus yang sempat menghasilkan sejumlah rekaman dan beraksi di atas panggung beranggota Yon, Murry, Jack Khasby (menggantikan Yok yang mengundurkan diri), dan Andolin (gitar, kibor, dan penata musik). Praktis hanya Yon dari sisa laskar Koes Bersaudara yang masih aktif di panggung dan studi rekaman sampai sekarang. Nomo yang sibuk berbisnis tampaknya juga tidak bisa meninggalkan musik begitu saja. Diam-diam dia masih menciptakan lagu dan merekamnya, tetapi atas namanya sendiri. Demikian pula Yok, yang lebih banyak menghabiskan waktunya mengukir dan melukis, ternyata juga masih menulis beberapa lagu, seperti Nusantara Bersatu dan Jakarta Bangkit. Dua nomor ini direkam berduet dengan Yon dan musiknya ditata Ian Antono serta diterbitkan dalam bentuk kaset oleh Ais Music tahun lalu. Kelebihan Yon adalah vokalnya yang menjadi ciri lagu-lagu Koes Bersaudara dan Koes Plus. Yok sebagai duetnya bisa digantikan Abadi Soesman, Najib atau bahkan Jack Khasby karena mereka hanya melatarbelakangi vokal Yon yang sangat menonjol. "Memang suasana kejiwaan sudah berubah, namun semangat tidak pernah luntur," ujar Yon ketika menerima penghargaan sebagai pemusik sejati Anugerah PWI Musik 3 Mei 1997. Lahir di Tuban, 27 September 1944, Yon merayakan ulang tahunnya yang ke-59 di Surabaya karena harus manggung bersama Koes Plus. Dengan istri keduanya, Bonita Angelina (30), dan dua putranya, Aron (8) dan Kenas (2), ia tinggal di sebuah rumah yang berhalaman luas di kawasan Pamulang, Ciputat. Di sinilah ia banyak menghabiskan waktu melukis jika tidak masuk studio rekaman atau manggung. "Sambil berolahraga, baru saja saya menebang tiga batang pohon palem untuk mendirikan sebuah galeri. Di tempat itu saya melukis dan menerima tamu," katanya. Menurut Yon, ia sepenuhnya menggantungkan hidupnya dari musik. Itulah sebabnya ketika Yok mengundurkan diri, dia berinisiatif mencari penggantinya supaya Koes Plus tetap bisa tampil memenuhi permintaan berbagai panitia pertunjukan. "Kehidupan saya sepenuhnya tergantung dari kegiatan Koes Plus. Saya tidak bisa berbisnis seperti Mas Nomo. Yang bisa saya lakukan hanya menyanyi dan sekali-kali menulis lagu. Kalau menyanyi saya memang selalu berusaha berbuat lebih baik, seperti ketika Garin Nugroho meminta saya membawakan Why Do You Love Me untuk soundtrack film Rumput Angin Savana," tambah dia. Tembang yang pernah menduduki anak tangga pertama lagu Radio Australia itu dinyanyikannya dengan vokal yang lebih baik karena tersanjung oleh Garin. Yon merasa heran bisa menyanyi sebaik itu. Selain Why Do You Love Me, lagu-lagu Yon yang lain juga populer, seperti Bunga Di Tepi Jalan, Terlambat, Hidup Yang Sepi, Ora Biso Toru, Amet Amet, Salah Mongso, Keroncongku Sendiri, dan sejumlah judul lainnya. "Saya akan menyanyi sampai tetes darah penghabisan," jawab Yon berseloroh ketika ditanyai seorang wartawan. Dari istri pertamanya, Susi, Yon memperoleh dua putra, David yang dikenal sebagai penyanyi grup Junior dan sempat populer dengan lagu Bujangan. Lalu Gary yang semasa kecil juga pernah mencoba menjadi penyanyi. Nomo yang lebih menonjol sebagai pengusaha, juga meraih sejumlah sukses. Musik dan bisnis membawanya berhasil mengorbitkan putrinya sendiri, Chicha, pada tahun 1975 dengan lagu Heli. Chicha menyebarkan wabah anak-anak pemusik dan penyanyi yang masuk ke dapur rekaman. Sukses Chicha inilah yang menggelitik Nomo berkumpul kembali bersama Tony, Yon, dan Yok tahun 1978. "Lagu yang berhasil kami populerkan waktu itu adalah Kembali. Kami sempat juga melakukan sejumlah pertunjukan. Hanya saja, embusan angin industri lebih memihak Koes Plus," ujar Nomo. Dengan naluri bisnisnya yang tidak pernah surut, Nomo tetap berbisnis dalam musik. Kali ini dia sendiri yang maju ke depan dan menyanyi. Hasilnya, Layar Tancap menjadi salah satu lagu yang populer di tahun 1988. "Tetapi, duitnya tidak banyak. Bedanya, sekarang saya menyanyi benar-benar hobi. Kalau bisa mendapat duit, tentu saya senang. Kalau tidak bisa, ya… saya tetap senang," ujar Nomo yang lahir 21 Januari 1939 dan baru saja ditinggalkan istrinya tercinta, Meiske. Mereka dikaruniai dua putri dan satu putra. Apa yang paling menarik baginya sebagai pemusik. "Masuk bui. Di sanalah saya bisa mengenal berbagai jenis manusia: pencuri, koruptor, pembunuh, dan lain-lain," kata Nomo yang mengaku tetap mengagumi Bung Karno yang menjebloskan Koes Bersaudara ke dalam penjara. Lain Nomo lain pula Yok. Lahir 3 September 1944, putra termuda Koeswoyo dan Atmini ini cenderung lebih memilih hidup ke bidang seni, yang barangkali disebabkan pengalaman hidupnya yang cukup menyesakkan. Pukulan paling telak dalam hidupnya datang ketika istrinya tercinta, Maria Sonya Tulaar, meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas di Bogor tahun 1973. Maria meninggalkan Yok dan kedua anaknya, Sari dan Rangga. Yok kembali mengalami pukulan kedua ketika Angga menyusul ibunya tahun 1997. Selama empat tahun Yok hidup sendiri sebelum bertemu seorang perempuan keturunan Perancis, Michele Beguin. Wanita yang bekerja di Pusat Kebudayaan Perancis ini kemudian dinikahinya dan mendampinginya sampai sekarang. "Sejak bersama Michele hidup saya kembali berbunga. Istri saya inilah yang banyak menyelamatkan lukisan saya. Kalau sudah menyelesaikan sebuah lukisan, saya taruh saja di gudang. Ada yang habis dimakan rayap, ada pula yang menjadi sarang tikus. Kalau tidak ada dia, saya tidak bisa menggelar karya-karya saya 31 Juli lalu," ujar Yok. Pada masa berbunga inilah ia menghasilkan sejumlah lagu yang sangat penting dalam perjalanan Koes Plus. Kolam Susu, misalnya, adalah salah lagu terbaik Koes Plus. Demikian juga serial lagu Nusantara. Belum lagi yang lainnya seperti Kelelawar, Tul Jaenak, dan sebagainya. "Saya juga sekarang suka menulis sajak," kata Yok yang tidak suka basa-basi dan terkenal spontan. Memang bisa sulit sekali -namun bisa sangat mudah-untuk mendekati Yok, tergantung siapa dan apa kepentingan yang diinginkan. Kiprah sisa laskar Koes Bersaudara dan Koes Plus yang tidak pernah berhenti berkarya selama ini, membawa keluarga besar Koeswoyo memperoleh penghargaan RCTI pada 12 November 1996. Pada kesempatan itu, Putu Wijaya membacakan sajaknya, Lagu Untuk Koes Bersaudara Dan Koes Plus: Tidak banyak yang mampu menyanyi sambil menyapa Juga tidak banyak yang mampu menyapa sambil menyintai Tidak banyak yang mampu menyintai tapi tidak mati. (Theodore KS)

Album Kesaksian Koes Bersaudara

ARTIS : KOES BERSAUDARA
LABEL : MESRA RECORDS (Tanpa Tahun Produksi)


Sebelum berganti nama menjadi Koes Plus, kelompok Koes Bersaudara ini menjadi tonggak sejarah kelahiran kelompok rock n' roll pertamadi Indonesia. Mereka, Tonny Koeswoyo, Yon, Yok, dan Nomo jugamenjadi saksi kekejaman PKI (Partai Komunis Indonesia)awal tahun1960an.

Piringan Hitam (PH, waktu itu belum ada kaset) mereka dibakar, dan keempat personil Koes Bersaudara ini dijebloskan dalampenjara. PH mereka pertama antara lain berisi Bintang Ketjil, Telaga Sunji, Bis Sekolah dan Dewi Rindu. Ketika mendekam di penjara, mereka masih sempat mencipta beberapa lagu tentang kisah hidup mereka.

Kesaksian mereka atas perlakuan kebiadan PKI itulah yang sebagian direkamdalam album tanpa tahun produksi ini (diperkirakan tahun 1966-1967).Jangan heran jika lirik mereka bernada protes, namun tetap disampaikan secara halus seperti dalam lagu Di Dalam Bui, Balada Kamar 15, Lontjeng Jang Ketjil dan ini yang paling revolusioner dari Koes Bersaudara To The So Called The Guilties yang amat metal.

Ketika menyimak album ini, gitaris Pay sempat berkomentar : "Ini album gila. Soundnya alamiah banget." Direkam secara one take (langsung jadi, tanpa dubbing atau mixing) album berisi 24 lagu ini,masih dalam format mono. Fasilitas rekaman yangh masih serba sangatsederhana itu justru yang membuat album ini penuh greget dengan karakter permainan yang amat kuat. Penuh emosi, dengan artistik yang tergarap sangat kompak.

Hampir 35 tahun berlalu, namun jika disimak kembali Koes Bersaudara sebenarnya jauh melewati zamannya. Bahkan jika dibandingkan dengan beberapa grup rock sekarang sekalipun, mereka lebih modern. Mereka bisa dipenjara dan karya mereka bisa dibakar,tapi siapa yang bisa memberangus jiwa dan musik mereka? (Saga/eha)

Sumber : MUMU edisi 31 tahun ke-2, 27 April-31 Mei 2000