Selasa, 31 Januari 2012

Sisa Laskar Koes Bersaudara, Kompas 10 Oktober 2003

Setelah Tonny Koeswoyo tak ada, Yon, Yok, dan Murry meneruskan Koes Plus dengan beberapa kali berganti anggota untuk mengisi posisi Tonny. Sejak tahun 1996 sampai sekarang, Koes Plus yang sempat menghasilkan sejumlah rekaman dan beraksi di atas panggung beranggota Yon, Murry, Jack Khasby (menggantikan Yok yang mengundurkan diri), dan Andolin (gitar, kibor, dan penata musik). Praktis hanya Yon dari sisa laskar Koes Bersaudara yang masih aktif di panggung dan studi rekaman sampai sekarang. Nomo yang sibuk berbisnis tampaknya juga tidak bisa meninggalkan musik begitu saja. Diam-diam dia masih menciptakan lagu dan merekamnya, tetapi atas namanya sendiri. Demikian pula Yok, yang lebih banyak menghabiskan waktunya mengukir dan melukis, ternyata juga masih menulis beberapa lagu, seperti Nusantara Bersatu dan Jakarta Bangkit. Dua nomor ini direkam berduet dengan Yon dan musiknya ditata Ian Antono serta diterbitkan dalam bentuk kaset oleh Ais Music tahun lalu. Kelebihan Yon adalah vokalnya yang menjadi ciri lagu-lagu Koes Bersaudara dan Koes Plus. Yok sebagai duetnya bisa digantikan Abadi Soesman, Najib atau bahkan Jack Khasby karena mereka hanya melatarbelakangi vokal Yon yang sangat menonjol. "Memang suasana kejiwaan sudah berubah, namun semangat tidak pernah luntur," ujar Yon ketika menerima penghargaan sebagai pemusik sejati Anugerah PWI Musik 3 Mei 1997. Lahir di Tuban, 27 September 1944, Yon merayakan ulang tahunnya yang ke-59 di Surabaya karena harus manggung bersama Koes Plus. Dengan istri keduanya, Bonita Angelina (30), dan dua putranya, Aron (8) dan Kenas (2), ia tinggal di sebuah rumah yang berhalaman luas di kawasan Pamulang, Ciputat. Di sinilah ia banyak menghabiskan waktu melukis jika tidak masuk studio rekaman atau manggung. "Sambil berolahraga, baru saja saya menebang tiga batang pohon palem untuk mendirikan sebuah galeri. Di tempat itu saya melukis dan menerima tamu," katanya. Menurut Yon, ia sepenuhnya menggantungkan hidupnya dari musik. Itulah sebabnya ketika Yok mengundurkan diri, dia berinisiatif mencari penggantinya supaya Koes Plus tetap bisa tampil memenuhi permintaan berbagai panitia pertunjukan. "Kehidupan saya sepenuhnya tergantung dari kegiatan Koes Plus. Saya tidak bisa berbisnis seperti Mas Nomo. Yang bisa saya lakukan hanya menyanyi dan sekali-kali menulis lagu. Kalau menyanyi saya memang selalu berusaha berbuat lebih baik, seperti ketika Garin Nugroho meminta saya membawakan Why Do You Love Me untuk soundtrack film Rumput Angin Savana," tambah dia. Tembang yang pernah menduduki anak tangga pertama lagu Radio Australia itu dinyanyikannya dengan vokal yang lebih baik karena tersanjung oleh Garin. Yon merasa heran bisa menyanyi sebaik itu. Selain Why Do You Love Me, lagu-lagu Yon yang lain juga populer, seperti Bunga Di Tepi Jalan, Terlambat, Hidup Yang Sepi, Ora Biso Toru, Amet Amet, Salah Mongso, Keroncongku Sendiri, dan sejumlah judul lainnya. "Saya akan menyanyi sampai tetes darah penghabisan," jawab Yon berseloroh ketika ditanyai seorang wartawan. Dari istri pertamanya, Susi, Yon memperoleh dua putra, David yang dikenal sebagai penyanyi grup Junior dan sempat populer dengan lagu Bujangan. Lalu Gary yang semasa kecil juga pernah mencoba menjadi penyanyi. Nomo yang lebih menonjol sebagai pengusaha, juga meraih sejumlah sukses. Musik dan bisnis membawanya berhasil mengorbitkan putrinya sendiri, Chicha, pada tahun 1975 dengan lagu Heli. Chicha menyebarkan wabah anak-anak pemusik dan penyanyi yang masuk ke dapur rekaman. Sukses Chicha inilah yang menggelitik Nomo berkumpul kembali bersama Tony, Yon, dan Yok tahun 1978. "Lagu yang berhasil kami populerkan waktu itu adalah Kembali. Kami sempat juga melakukan sejumlah pertunjukan. Hanya saja, embusan angin industri lebih memihak Koes Plus," ujar Nomo. Dengan naluri bisnisnya yang tidak pernah surut, Nomo tetap berbisnis dalam musik. Kali ini dia sendiri yang maju ke depan dan menyanyi. Hasilnya, Layar Tancap menjadi salah satu lagu yang populer di tahun 1988. "Tetapi, duitnya tidak banyak. Bedanya, sekarang saya menyanyi benar-benar hobi. Kalau bisa mendapat duit, tentu saya senang. Kalau tidak bisa, ya… saya tetap senang," ujar Nomo yang lahir 21 Januari 1939 dan baru saja ditinggalkan istrinya tercinta, Meiske. Mereka dikaruniai dua putri dan satu putra. Apa yang paling menarik baginya sebagai pemusik. "Masuk bui. Di sanalah saya bisa mengenal berbagai jenis manusia: pencuri, koruptor, pembunuh, dan lain-lain," kata Nomo yang mengaku tetap mengagumi Bung Karno yang menjebloskan Koes Bersaudara ke dalam penjara. Lain Nomo lain pula Yok. Lahir 3 September 1944, putra termuda Koeswoyo dan Atmini ini cenderung lebih memilih hidup ke bidang seni, yang barangkali disebabkan pengalaman hidupnya yang cukup menyesakkan. Pukulan paling telak dalam hidupnya datang ketika istrinya tercinta, Maria Sonya Tulaar, meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas di Bogor tahun 1973. Maria meninggalkan Yok dan kedua anaknya, Sari dan Rangga. Yok kembali mengalami pukulan kedua ketika Angga menyusul ibunya tahun 1997. Selama empat tahun Yok hidup sendiri sebelum bertemu seorang perempuan keturunan Perancis, Michele Beguin. Wanita yang bekerja di Pusat Kebudayaan Perancis ini kemudian dinikahinya dan mendampinginya sampai sekarang. "Sejak bersama Michele hidup saya kembali berbunga. Istri saya inilah yang banyak menyelamatkan lukisan saya. Kalau sudah menyelesaikan sebuah lukisan, saya taruh saja di gudang. Ada yang habis dimakan rayap, ada pula yang menjadi sarang tikus. Kalau tidak ada dia, saya tidak bisa menggelar karya-karya saya 31 Juli lalu," ujar Yok. Pada masa berbunga inilah ia menghasilkan sejumlah lagu yang sangat penting dalam perjalanan Koes Plus. Kolam Susu, misalnya, adalah salah lagu terbaik Koes Plus. Demikian juga serial lagu Nusantara. Belum lagi yang lainnya seperti Kelelawar, Tul Jaenak, dan sebagainya. "Saya juga sekarang suka menulis sajak," kata Yok yang tidak suka basa-basi dan terkenal spontan. Memang bisa sulit sekali -namun bisa sangat mudah-untuk mendekati Yok, tergantung siapa dan apa kepentingan yang diinginkan. Kiprah sisa laskar Koes Bersaudara dan Koes Plus yang tidak pernah berhenti berkarya selama ini, membawa keluarga besar Koeswoyo memperoleh penghargaan RCTI pada 12 November 1996. Pada kesempatan itu, Putu Wijaya membacakan sajaknya, Lagu Untuk Koes Bersaudara Dan Koes Plus: Tidak banyak yang mampu menyanyi sambil menyapa Juga tidak banyak yang mampu menyapa sambil menyintai Tidak banyak yang mampu menyintai tapi tidak mati. (Theodore KS)

Album Kesaksian Koes Bersaudara

ARTIS : KOES BERSAUDARA
LABEL : MESRA RECORDS (Tanpa Tahun Produksi)


Sebelum berganti nama menjadi Koes Plus, kelompok Koes Bersaudara ini menjadi tonggak sejarah kelahiran kelompok rock n' roll pertamadi Indonesia. Mereka, Tonny Koeswoyo, Yon, Yok, dan Nomo jugamenjadi saksi kekejaman PKI (Partai Komunis Indonesia)awal tahun1960an.

Piringan Hitam (PH, waktu itu belum ada kaset) mereka dibakar, dan keempat personil Koes Bersaudara ini dijebloskan dalampenjara. PH mereka pertama antara lain berisi Bintang Ketjil, Telaga Sunji, Bis Sekolah dan Dewi Rindu. Ketika mendekam di penjara, mereka masih sempat mencipta beberapa lagu tentang kisah hidup mereka.

Kesaksian mereka atas perlakuan kebiadan PKI itulah yang sebagian direkamdalam album tanpa tahun produksi ini (diperkirakan tahun 1966-1967).Jangan heran jika lirik mereka bernada protes, namun tetap disampaikan secara halus seperti dalam lagu Di Dalam Bui, Balada Kamar 15, Lontjeng Jang Ketjil dan ini yang paling revolusioner dari Koes Bersaudara To The So Called The Guilties yang amat metal.

Ketika menyimak album ini, gitaris Pay sempat berkomentar : "Ini album gila. Soundnya alamiah banget." Direkam secara one take (langsung jadi, tanpa dubbing atau mixing) album berisi 24 lagu ini,masih dalam format mono. Fasilitas rekaman yangh masih serba sangatsederhana itu justru yang membuat album ini penuh greget dengan karakter permainan yang amat kuat. Penuh emosi, dengan artistik yang tergarap sangat kompak.

Hampir 35 tahun berlalu, namun jika disimak kembali Koes Bersaudara sebenarnya jauh melewati zamannya. Bahkan jika dibandingkan dengan beberapa grup rock sekarang sekalipun, mereka lebih modern. Mereka bisa dipenjara dan karya mereka bisa dibakar,tapi siapa yang bisa memberangus jiwa dan musik mereka? (Saga/eha)

Sumber : MUMU edisi 31 tahun ke-2, 27 April-31 Mei 2000